Sejarah
Sesepuh Kampung Bangbayang Kidul
Sebuah peribahasa mengatakan “Tak Kenal maka tak sayang” , ungkapan
yang sering kita dengar dan terus digunakan karena memang tidak diragukan lagi
kesasihahannya. Untuk mencintai sesuatu, haruslah terlebih dahulu mengetahui
dan memahami secara mendalam sesuatu yang kita cintai.
Aku bukan Bangbayangholic, tapi aku manusia yang ditakdirkan lahir
di Bangbayang, so…aku mencintai kampung yang
namanya Bangbayang, mengapa ? “Dimana bumi
dipijak disitu langit di junjung” mungkin itulah ungkapan yang tepat menjawab pertanyaan
tadi. Dan aku yakin semua orang mencintai tanah airnya, tapi ngomong-ngomong
benarkah kita telah mencintai tanah air kita ? jawabannya minimal kita tahu
benar darimanakah asal usul nama Bangbayang, siapakah orang pertama yang hidup
di Bangbayang, siapakah tokoh penyebar agama islam di Bangabyang ? untuk
menjawabnya kita simak bersama-sama sebuah catatan pendek yang aku tulis hasil dari pengamatan dan wawancara dengan
salah satu sepuh di Bangbayang Kidul.
Tokoh yang dianggap penyebar agama islam di Bangbayang adalah Kiyai
Bagus Rasa, Kiyai Ali Muhammad, dan Kiyai Kamalaudin. Mereka adalah tiga
bersaudara yang bersam-sama bahu membahu menyebarkan islam dan mengikis habis pengaruh
Hindu Budha dikalangan masyarakat Bangbayang Kidul dan sekitarnya.
Kiyai
Bagus Rasa
Tokoh yang pertama ini tinggal di blok Salem/Surian Jaya (RT 03) .
blok ini merupakan yang paling menonjol dan khas, karena disini terdapat pohon Lame
yang tinggi menjulang lebih dari 50 m,
besarnya kira-kira dua ukuran Kerbau dewasa. Dahulu kala, Kiayi Bagus Rasa tinggal
disini dan menjadikan tempat ini sebagai Bangsal/Aula tempat musyawarah dengan
para tokoh lainnya. Dan menurut sepuh yang tinggal tepat dibawah Lame ini,
sekaligus pemilik tanahnya, mengatakan bahwa Aula tersebut tepat di area tanah
yang sekarang tumbuh pohon Lame itu.
Konon pada suatu hari sang Kiayi berazam untuk menunaikan ibadah
haji ke tanah suci Mekah, pada saat itu dunia masih belum mengenal teknologi
modern seperti saat ini, jangankan kapal terbang sepedapun belum ada. Sehingga angkutan
yang biasa dipakai sebagai alat transportasi menuju tanah suci adalah Kapal
Layar yang kapsitas dan kecepatannya terbatas, sehingga bisa memakan waktu
berbulan-bulan menuju tanah suci.
Bukannya naik perahu, sang kiyai ingin menempuh jalan lain menuju
ke Mekah, “Menembus perut bumi”, terdengar aneh memang, tapi ini nyata karena beliau
yakin “Banyak jalan menuju roma”. Dan jika Alloh sudah mencintai seorang hamba,
maka apapun permintaannya pasti dikabulkan oleh Alloh SWT.
Demi mempersiapkan diri memenuhi panggilan haji, beliau bermunajat
pada Alloh supaya perjalannya berjalan lancar. Sebelum berangkat beliau
berpesan pada murid-muridnya “ saya akan menembus bumi untuk menuju Mekah,
apabila benang ini putus, menandakan bahwa saya gagal, dan apabila benang tidak
putus menandakan bahwa saya sampai di kota Mekah”. Pada waktu yang telah
ditentukan beliau masuk kedalam perut bumi, namun apa yan terjadi, ternyata
benang tersebut putus, yang menandakan bahwa beliau gagal, (menurut hemat
penulis, lubang, benang,dan batu yang menutupi lubang tersebut merupakan siloka
yang harus kita pahami bersama, apa maksud dibalik semua itu). Menurut cerita sepuh, beliau hanya sampai di
sebuah daerah yang masuk kedalam wilayah Kerajaan Mataram di Jawa Timur (sampai
sekarang situsnya masih bisa kita saksikan). Peristiwa ini meninggalkan
kesedihan yang mendalam diantara muri-murid beliau. Tempat beliau menembus bumi
awalnya dibiarkan menganga, tapi kemudian ditutupi oleh batu-batu kali dan
dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai sebuah kuburan. Peristiwa menghilangnya sang Kiyai (silem)
itu, digunakan oleh muridnya untuk menamai daerah tersebut yaitu “Salem
Batu
Goong
Batu ini terletak di sebuah aliran susukan kecil tepat sebelah
utara pohon pohon Lame, karena bentuknya unik berbentuk segi empat agak
simetris terdapat tonjolan diatasnya, sehingga persis sebuah Goong. Konon katanya
menurut penduduk yang tinggal didekat batu itu, dahulu setiap malam jum’at
selalu terdengar bebunyian yang khas layaknya pagelaran wayang golek, sehingga
banyak orang yang menganggap bahwa batu itu dihuni oleh mahluk gaib, wallohu a’lam.
Menurut penulis batu tersebut merupakan tinggalan arkeologis pada
masa hindu-budha, yang dikenal dengan lingga yoni sebagai symbol peribadatan
penganut agama pra islam. Batu ini mirip dengan batu-batu yang terdapat di Candi
Ronggeng Pamarican Ciamis. Ada baiknya jika para ahli arkeologis sudi meneliti
batu tersebut, supaya misteri ini terpcahkan.
Kiyai
Kamaludin
Seperti yang sudah penulis paparkan diatas bahwa Kiyai Kamaludin
merupakan saudara Kiyai Bagus Rasa dan Kiyai Ali Muhammad. Bedanya kiyai Bagus
Rasa dan Kiyai Ali Muhammad tinggal dan berdakwah didaerah yang sekarang
menjadi Kampung Bangbayang Kidul, sedangkan Kiyai Kamaludin tinggal dan
berdakwah di daerah yang sekarang masuk wilayah Desa Cieurih. Kisah mengenai
tokoh ini masih minim sumbernya sehingga belum dituangkan dalam tulisan ini,
mudah-mudah di kemudian hari penulis mendapatkan catatan otentik berkaitan
dengan tokoh ini, termasuk kiyai Ali Muhammad (kuburannya didepan madrasah
samping lapangan bola voly). Adapun kuburan dari tokoh ini terletak di komplek
keramat Karang Kamal Desa Cieurih Cipaku Ciamis.
Menurut pengamatan penulis, Karang Kamal merupakan daerah Kabuyutan
atau tempat peribadatan penganut agama pra islam, dilihat dari karakteristik
dan tipologi daerahnya yang dikelilingi sungai Cihambirung, ada punden
berundak, kemudian vegetasi hutan dibiarkan tumbuh sehingga area ini lebih
menonjol daripada daerah lain di sekelilingnya, wallohu a’lam,
By:
Cisay Perebu Wangi
Komentar
Posting Komentar